photo AB230x90gif_zps839436ce.gif photo AB230x90gif_zps839436ce.gif photo AB230x90gif_zps839436ce.gif photo AB230x90gif_zps839436ce.gif

Friday, October 21, 2016

Nadia dan Ria

TOMAT BASAH - Segar sehabis mandi, Ria keluar dari kamarnya dan dari teras di depan kamarnya di lantai 2, ia melihat adiknya, Nadia, memasuki rumah dengan wajah merah kepanasan, namun tampak ceria. Nadia baru pulang dari sekolah, kemeja putih dan rok birunya tampak lusuh. Tak melihat siapa pun di rumah, Nadia langsung naik dan masuk ke kamarnya lalu menyalakan AC. Ia mencuci muka dan tangannya di kamar mandi dalam kamarnya saat mendengar kakaknya bertanya,

bandar togel online terbaik dan terpercaya

“Hey, gimana pengumumannya?”

Nadia keluar dari kamar mandi mendapatkan Ria bersandar di pintu kamarnya dengan tangan ke belakang.

“Nadia diterima di SMA Theresia, Kak!” jawab Nadia dengan ceria.

Ria berjalan ke arahnya dan memberikan sebuah kado terbungkus rapi.

“Nih, buat kamu. Kakak yakin kamu diterima, jadi udah nyiapin ini.”
“Duuh, thank you, Kak!” Nadia setengah menjerit menyambar kado itu.

Ria duduk di ranjang Nadia sementara adiknya duduk di meja belajarnya membuka kado itu dan mendapatkan sebuah gelas berbentuk Winnie the Pooh, karakter kartun kesukaannya, sedang memeluk tong bertulisan

“Hunny”. Kali ini Nadia benar-benar menjerit,
“Aaah, bagus banget! Thank you, Kak!”

Nadia melompat ke ranjang dan memeluk kakaknya erat-erat, dan dengan tiba-tiba mencium bibir Ria. Ria tersentak, bukan karena Nadia menciumnya, tapi karena getaran elektrik yang ia rasakan dari bibir adiknya yang basah menyambar bibirnya dan menyebar ke seluruh tubuhnya. Ciuman yang sebenarnya hanya berlangsung beberapa detik itu membuat jantung Ria berdebar.

Nadia melepas ciumannya, namun tak melepas pelukannya yang erat. Ria tersenyum berusaha menutupi perasaannya, lalu mengecup bibir adiknya dengan lembut. Nadia meletakkan gelas itu di meja kecil di sisi ranjangnya dan merebahkan diri. Ia menarik Ria agar berbaring di sisinya, lalu kembali memeluknya.

“Kak, Nadia kangen nih ama Kakak. Sejak Kak Ria pacaran ama Mbak Anna, kapan kita pernah tidur bareng lagi? Cerita-cerita sampe ketiduran? Nggak pernah kan?”
“Bukan gitu, Nad,” jawab Ria,
“Kakak kan kuliahnya sibuk, bukan karena pacaran ama Anna.”Ria kembali merasakan dadanya berdebar hanya karena dipeluk oleh adiknya yang cantik ini.

Ia baru menyadari bahwa ia memang sudah lama sekali tak pernah sedekat ini dengan Nadia.

“Lagian ngapain sih Kakak pacaran ama Mbak Anna? Ntar ketahuan Papa baru tahu lho!” kata Nadia sambil mengernyitkan dahinya seakan memarahi kakaknya.Wajah Nadia begitu dekat dengan wajahnya, membuat Ria merasa canggung dan semakin berdebar.

Ria berusaha keras meredam ketegangannya dan menutupi perasaannya dari adiknya.

“Sok tahu kamu,” kata Ria,
“Papa kan udah tahu Kakak pacaran ama Anna. Malah sebelum berangkat ke Jerman, Anna pernah ketemu dan ngobrol ama Papa. Sekarang Papa udah bisa kok nerima kenyataan bahwa Kakak emang lesbian.”Hangatnya hembusan napas Nadia di lehernya membuat Ria semakin berdebar dan ia merasakan panas yang hebat dari selangkangannya.

Ria tahu ia tak mampu menahan diri lebih lama lagi saat celana dalamnya mulai terasa lembab.

“Sana mandi dulu kamu!” tukas Ria sambil mendorong adiknya,
“Kamu bau matahari!”
“Ngg..” balas Nadia kolokan walau tetap melepaskan lengannya yang melingkari pinggang Ria.
“Tapi Kakak jangan pergi dulu. Nadia masih kangen ama Kakak,” kata Nadia sambil berjalan ke kamar mandi.

Ria duduk dan melipat kedua kakinya rapat-rapat di depan dadanya. Ia memeluk kedua kakinya sambil menyadarkan dagu ke lututnya. Ia menghela napas dalam-dalam berusaha menenangkan gairahnya.

“Kenapa aku sampai begitu, sih!” ia memarahi dirinya sendiri dalam hati.
“Nadia kan adikku sendiri!”
“Mungkinkah karena sudah hampir 4 bulan Anna pergi dan aku kangen pada pelukan dan sentuhan lembut?” Ria menyelonjorkan kakinya di kasur dan mulai meraba-raba pahanya.

Sambil membayangkan dada Anna yang montok, tangan kiri Ria meraba-raba dadanya sendiri, sementara tangan kanannya naik meremas-remas selangkangannya.

Ria tersentak dari lamunannya dan melepas kedua tangannya dari bagian-bagian vitalnya dan kembali menarik napas dalam-dalam. Ia tak ingin terlihat bergairah saat adiknya keluar dari kamar mandi nanti.

Tak memakan waktu lama, Nadia keluar dari kamar mandi dalam keadaan bugil. Ia mengambil celana dalam dan daster dari lemari. Ria menatap adiknya memakai celana dalam, jantungnya yang belum sepenuhnya kembali normal langsung berdebar lagi melihat tubuh Nadia yang langsing namun berisi itu. Nadia tidak mengenakan dasternya, tetapi langsung duduk bersila di sisi kakaknya di ranjang dan meletakkan dasternya di pangkuannya.

Ria tersenyum berusaha menutupi gairahnya dan membelai rambut adiknya. Nadia memonyongkan bibirnya seperti orang ngambek dan berkata,

“Kak Ria kok mau sih ama Mbak Anna? Dia kan..” Nadia tampak agak ragu sebelum akhirnya melanjutkan,
“Dia kan nggak cantik.” Bukannya marah, senyum Ria malah berubah jadi tawa,
“Kamu nggak boleh menilai orang dari penampilan fisiknya. Anna kan baik banget orangnya, lembut dan penuh pengertian. Lagian fisiknya juga nggak jelek-jelek amat. Toket dan pantatnya kan gede banget, Nad. Asyik banget untuk diremas. Dan ciumannya jago banget. Dia yang ngajarin Kakak ciuman.”
“Iya sih. Toket Nadia nggak gede ya, Kak?” kata Nadia sambil memandang payudaranya.
“Siapa bilang?” balas Ria,
“Toket kamu gede lagi! Kamu tuh tumbuh melebihi orang seumurmu. Waktu Kakak 17 tahun, toket Kakak belum segede kamu.”Dengan polos, Nadia bertanya, “Emang enak, Kak, diremas ama sesama cewek?”

Belum sempat Ria menjawab, Nadia meraih tangan kakaknya dan meletakkannya di atas dadanya. Ria tersentak, namun membiarkan Nadia menggerakkan tangannya berputar-putar di dada adiknya yang terasa lembab dan segar itu.

“Mmmhh..” Nadia mendesah dan matanya setengah menutup.

Gairah Ria yang sudah sulit dikendalikan semakin meledak melihat reaksi adiknya yang sangat merangsang itu. Ria mulai meremas-remas dada adiknya dengan lembut lalu memilin-milin puting dada Nadia yang terasa semakin membesar dan mengeras.

“Uhh..” Nadia kembali mendesah dan membiarkan Ria meraba dan meremas dadanya, sementara kedua tangannya sendiri meremas sprei kasurnya.

Tak lagi berusaha mengendalikan gairahnya yang sudah memuncak, Ria meraih dagu adiknya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya terus meremas dada Nadia dengan semakin bernafsu. Ria menarik wajah Nadia dan mengecup bibirnya yang basah.

“Mmmhh..” reaksi Nadia yang hanya berupa desahan itu membakar nafsu Ria.

Sambil meremas dada adiknya dengan bergairah, Ria mengulum bibir bawah adiknya yang segera membuat Nadia membalas dengan mengulum bibir atas Ria. Kakak beradik ini saling menghisap bibir selama beberapa saat, sampai akhirnya Ria melepas ciuman mereka. Nadia membuka mata mendapatkan ia dan kakaknya sama-sama terengah-engah setelah berciuman dengan penuh gairah.

“Ohh, ternyata enak ya, Kak? Nadia nggak nyangka deh. Kak Ria juga enak?” tanya Nadia dengan polos.
“Gila kamu, Nad! Dari tadi Kakak udah mau mati nahan gairah Kakak gara-gara kamu peluk, kamu cium, ngelihat kamu telanjang!” jawab Ria,
“Kamu sih! Ngapain lagi kamu tarik tangan Kakak ke toket kamu?”

Nadia tampak terkejut dengan kerasnya kata-kata kakaknya,

“Sorry, Kak. Nadia cuma kangen aja ama Kak Ria dan pengen disentuh. Sorry..” katanya sambil menundukkan kepala.
“Ssstt..” Ria menarik dagu adiknya lagi hingga mereka saling bertatapan, lalu menampilkan senyumnya yang manis,

“Tapi kamu suka kan?” Nadia hanya membalas dengan senyuman yang tak kalah manisnya.
Ria menggeser duduknya di ranjang hingga bersandar pada dinding,

“Sini,” ia menarik lengan Nadia agar duduk di sisinya. Mereka duduk berdampingan, Ria membelai rambut Nadia, lalu dengan tangan di belakang kepala adiknya, Ria menarik wajah Nadia mendekati wajahnya,
“Nih ajaran Anna. Kamu nilai sendiri enak apa nggak.” Ria kembali mencium bibir Nadia.

Kendali diri sudah sepenuhnya kembali pada dirinya setelah menyadari bahwa Nadia juga menikmati semua ini, Ria mengatur alur percintaan tanpa tergesa-gesa. Ia tak lagi meraba-raba adiknya. Kini Ria hanya mengulum bibir adiknya, kadang seluruh mulutnya, lalu melepasnya, lalu mengulumnya lagi. Kadang ia biarkan Nadia yang menghisap bibirnya dengan lebih bernafsu, lalu melepasnya untuk melihat adiknya maju mengejar mulutnya yang sedikit ia buka, memancing gairah Nadia.

Ria mendorong adiknya hingga rebah di kasur. Mereka berciuman lagi dengan penuh gairah.

“Kak..” Nadia mendesah. Ria menjawab dengan menyelusupkan lidahnya dengan lembut ke dalam mulut Nadia yang sedikit terbuka.

Tenggorokan Nadia tercekat saat merasakan lidahnya bersentuhan dengan lidah kakaknya. Ini perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelum ini. Ia tak menyangka akan merasakan rangsangan luar biasa sebagai akibatnya.

Jilatan lembut Ria pada langit-langit dan lidah Nadia membuat Nadia terangsang, namun menjadi semakin rileks karena merasa semakin menyatu dengan kakaknya. Nadia mulai membalas gerakan lidah Ria dengan gerakan lidahnya sendiri. Mengetahui adiknya sudah bisa menikmati ini, Ria membelitkan lidahnya pada lidah Nadia sambil menghisap bibir adiknya. Ria melepas lidahnya dari mulut adiknya, lalu berkata,

“Hisap lidah Kakak, Sayang.”

Kata-kata lembut Ria membuat Nadia semakin bergairah, seakan sedang bercinta dengan kekasihnya. Dengan bernafsu, ia menghisap lidah Ria yang kembali menjelajahi mulutnya. Mereka berciuman dan bergantian saling menghisap lidah untuk waktu yang lama. Merasa gairah adiknya dan gairahnya sendiri semakin membara, Ria mulai meningkatkan kecepatan percintaan dengan meraba paha dan selangkangan Nadia. Nadia mendesah saat merasakan sentuhan di bagian yang belum pernah disentuh siapa pun itu. Ria melepas bibirnya dari bibir adiknya, lalu mulai menjilati telinga dan leher Nadia. Desahan Nadia mulai berubah menjadi erangan kenikmatan.

Tanpa melepas tangannya dari selangkangan Nadia, Ria menurunkan jilatannya ke dada adiknya yang montok itu.

“Ah..!” Nadia menjerit kecil saat pertama kali lidah kakaknya menyentuh puting buah dadanya,
“Ooohh.. aahh.. Kak..” desahnya dengan penuh kenikmatan.

Nadia membuka matanya menyaksikan Ria menjilati puting dan payudara Nadia dengan semakin cepat dan bernafsu, membuat putingnya membesar dan mengeras. Kadang Ria menggigit puting Nadia membuat Nadia menjerit kecil dan memaju-mundurkan pantatnya seirama dengan gerak tangan Ria di selangkangannya, sehingga tangan Ria terasa semakin menekan dan meremas di selangkangannya yang kini sudah basah kuyup.

Bangkit dari dada Nadia, Ria menduduki adiknya dengan selangkangan tepat di atas selangkangan adiknya. Ria menarik kaosnya lalu melemparkannya ke lantai. Kedua tangan Nadia meremas dada kakaknya saat Ria sedang berusaha melepas BH-nya. Ria melempar BH-nya dan Nadia semakin bernafsu meremas dada dan puting telanjang kakaknya. Mereka saling menghujam selangkangan hingga saling menekan.

“Hhh..” desah Ria yang menikmati remasan adiknya pada dadanya yang telah membesar dan mengeras itu.

Tak tahan lagi untuk segera merasakan adiknya, Ria bangkit membuka celana pendek sekaligus celana dalamnya, lalu menarik celana dalam Nadia hingga terlepas, menampilkan setumpuk kecil bulu tipis yang menutupi kemaluan yang telah membengkak penuh gairah. Bau seks menyebar dari vagina Nadia, membuat isi kepala Ria serasa berputar penuh gairah tak tertahankan.

Ria meraba bibir vagina adiknya yang telah berlumuran lendir gairah. “Ohh, Kakaak!” Nadia tersentak merasakan nikmatnya sentuhan di titik terlarang itu. Tak tahan lagi, Ria segera menjilati bibir vagina Nadia dengan bernafsu, menikmati manisnya lendir vagina Nadia.

“Ah! Ah! Kak! Ah!” Nadia menjerit-jerit tak tertahankan, tubuhnya menggelinjang merasakan kenikmatan yang tak pernah terbayangkan olehnya.

Dua jari Ria membuka bibir vagina Nadia, menampilkan klitoris yang telah membengkak keras dan teracung keluar. Lidah Ria menari pada klitoris adiknya sambil tangan kirinya naik meremas-remas payudara Nadia, membuat Nadia terpaksa mencengkeram sprei untuk menahan gelinjang tubuhnya yang semakin sulit dikendalikan. Ini tak membantu menahan jeritannya yang semakin keras

“Aaagghh! Aaagghh! ohh, Kakaak! Nikmat, Kaak! Jangan berhen.. aagghh!” Nadia telah terlontar ke dalam dunianya sendiri.

Memang tak berniat berhenti, lidah Ria masuk ke dalam vagina Nadia dan menjilatinya tanpa ampun. Nadia meluruskan kedua lengannya di sisi menopang tubuhnya ke posisi duduk mengangkang, menyaksikan kepala kakaknya di antara kedua pahanya. Tak mampu mengendalikan kenikmatan seks yang terus meningkat ini, Nadia menghunjamkan selangkangannya ke wajah kakaknya berulang kali, sementara lidah Ria semakin cepat bergetar di dalam vagina Nadia, sambil menikmati lendir vagina adiknya yang terus mengalir ke dalam mulutnya.

Hunjaman selangkangan dan gelinjang tubuh Nadia yang semakin kasar dan tak terkendali membuat Ria tahu bahwa adiknya tak akan tahan lebih lama lagi. Ia semakin bernafsu menjilati adiknya, di dalam vagina, bibir vagina serta klitorisnya. Tepat dugaannya, tak lama kemudian kedua paha Nadia menghentak kaku menjepit kepala Ria, tubuh Nadia bergelinjang semakin kasar dan liar, sementara vaginanya berkontraksi dan memuncratkan gelombang demi gelombang lendir seks yang tak mampu lagi ia bendung.

“Aaakk.. aahh.. ahh Kakk..” jerit Nadia tak peduli lagi pada dunia, hanya kenikmatan orgasme pertamanya ini yang berarti baginya.

Ria membuka mulutnya, mengulum seluruh vagina adiknya dan menenggak lendir orgasme yang membanjiri seisi mulutnya hingga sebagian menetes dari bibirnya ke dagu dan lehernya.

Orgasme demi orgasme melanda Nadia selama semenit penuh, hingga akhirnya ia merasa begitu lemah sampai tubuhnya jatuh ke kasur dengan penuh kenikmatan dan kepuasan. Ria menjilati lendir yang lolos ke sisi selangkangan dan paha adiknya, lalu memanjat tubuh adiknya dan menindih tubuh adiknya.

Sambil terengah-engah, ia menyaksikan Nadia yang memejamkan mata penuh kepuasan. Ria mengecup bibir Nadia, membuat Nadia membuka matanya dan tersenyum. Ia memeluk tubuh telanjang Ria, lalu membalas kecupan kakaknya dengan ciuman penuh pada mulut Ria. Lidah mereka terpaut, Nadia menghisap lidah kakaknya, lalu melepaskannya untuk menjilati wajah, pipi dan leher Ria yang berlumuran lendir orgasmenya sendiri. Lendir seks ini terasa nikmat dan manis baginya.

Nadia tahu Ria terengah-engah bukan hanya karena habis memakan vaginanya dengan brutal, namun juga karena gairahnya yang telah memuncak. Nadia melorotkan diri di bawah tubuh kakaknya, menggesekkan payudaranya pada payudara Ria. Wajah Nadia tiba di depan payudara Ria saat Ria mengangkat tubuhnya dengan menopangkan dirinya pada sikunya. Tanpa ragu Nadia mulai menjilati puting payudara kakaknya hingga napas Ria semakin tersenggal-senggal menahan gairah yang semakin melonjak dalam dirinya. Selangkangannya semakin memanas dan lendir seksnya meleleh keluar dari vaginanya, menetes-netes di paha Nadia.

“Ohh, Sayang! Kakak nggak tahan lagi, Sayang!” erang Ria.

Memahami maksud kakaknya, Nadia melorotkan tubuhnya kembali hingga wajahnya tiba di depan vagina Ria, dan tanpa menunda lagi, Nadia langsung menyusupkan lidahnya ke dalam vagina kakaknya.

“Aaahh! Ahh! Sayaang!” Ria menjerit selagi Nadia sibuk menjilati vaginanya dari dalam hingga ke klitorisnya berulang-ulang.

Dengan bernafsu, Ria menduduki wajah adiknya, lalu menaik-turunkan tubuhnya, menghujamkan vaginanya ke wajah adiknya berulang-ulang. Sambil meremas pantat Ria, Nadia meluruskan lidahnya hingga kaku dan menghujam wajahnya seirama dengan gerakan pantat kakaknya ini. Lendir gairah meleleh ke wajah dan pipi Nadia saat ia memaikan kakaknya dengan lidahnya. Tak lama Ria mampu bertahan setelah gelombang rangsangan bertubi-tubi yang telah ia nikmati, puncak kenikmatan pun meledak dan Ria tersentak kaku di atas wajah adiknya dalam kepuasan orgasme demi orgasme yang menyemprotkan lendir panas ke dalam mulut Nadia berulang kali.

Nadia berusaha keras menghisap dan menelan seluruh lendir orgasme Ria yang memenuhi mulutnya. Begitu banyaknya lendir kepuasan yang Ria tumpahkan ke mulut adiknya, sebagian terpaksa mengalir keluar ke pipi Nadia. Dari kaku, perlahan-lahan tubuh Ria mulai melemas dan jepitan pahanya pada kepala Nadia pun mulai mengendur, hingga akhirnya Ria jatuh terbaring lemas di atas ranjang. Nadia mendekati wajah kakaknya yang menantinya dengan tersenyum, lalu mencium bibir kakaknya. Mereka berpelukan dan berciuman beberapa saat. Ria membelai rambut adiknya, sementara Nadia meremas pantat kakaknya.

Lelah berciuman, Ria menghela napas panjang sebelum akhirnya mengatakan,

“Aku cinta kamu, Sayang..” Nadia hanya tersenyum dan mereka terus berpelukan hingga tertidur dalam rasa lelah yang penuh dengan kepuasan


0 comments:

Post a Comment