TOMAT BASAH - Nama saya Kartika, usia 25 tahun dengan tinggi 168 cm, berat 53 kg, asli orang Bandung, kulit putih bersih. Ukuran payudara saya yg 34C termasuk lumayan besar untuk gadis seusia saya. Pekerjaan saya adalah sebagai manager operasional di sebuah perusahaan terkenal di daerah saya. Saya ingin mengeluarkan gelisah hati yg saya pendam selama ini, mudah-mudahan saya bisa berbagi dengan pembaca sekalian.
Saya di kantor mempunyai sahabat yg namanya Levana, sering saya panggil Ana. Orangya supel, dan mudah bergaul, tingginya 172 cm/53 kg, dengan kulit putih mulus, maklum orang Menado asli, 34B ukuran payudaranya. Saya mempunyai kelainan ini sejak masih gadis pada saat tinggal bersama kakak saya, Mbak Erni namanya.
Kapan-kapan saya ceritakan sejarah lesbian saya, tapi saya juga suka cowok lho sama seperti gadis-gadis lain. Hanya saja hampir tujuh puluh persen saya menyenangi cewek, saya tdk mengerti mengapa saya begini, mungkin suatu saat saya bisa sembuh total ya?! Saya sering jalan bersama Ana kalau ada undangan karena saya belum ada pasangan, banyak sih cowok yg naksir, cuma saya masih enggan saja untuk berpacaran. Saya ingat betul awalnya yaitu pada saat bulan Agustus 2004, sehabis pulang kantor.
“Ka, sini sebentar” panggil Ana pada saya sambil mendekatkan Mercynya.
“Ada apa Na?” tanya saya heran pada Ana.
“Boleh nggak minta tolong?”
“Tolong apa?”
“Itu lho, rumah saya khan sedang direnovasi..”
“Terus?”
“Mmh, boleh numpang nginep nggak di rumahmu?” tanya Ana ragu-ragu.
“Alaa, gitu saja nanya, boleh dong, sekarang?”
“Iya, boleh khan?” tanya Ana sekali lagi meyakinkan dirinya sendiri.
“Udah, nggak usah banyak omong, ayo jalan” perintah saya sambil tersenyum.
“Okey, trim’s ya”
Maka setelah Ana mengambil baju sekedarnya, kami berdua meluncur ke rumah saya yg memang agak jauh dari kantor. Rumah saya mempunyai empat kamar, satu kamar untuk tamu dan kamar saya di tengah, saya tinggal sendiri karena orang tua saya tinggal di Surabaya.
“Na, ini kamarmu ya” kata saya sambil menunjukkan sebuah kamar padanya di ujung depan.
“Trim’s ya” jawabnya sambil masuk melihat-lihat kamar.
“Kutinggal dulu”
“Ya..” jawabnya sambil lalu.
Saya kemudian menuju kamar untuk mandi dan berganti baju, soalnya gerah sejak tadi. Sedang asyik-asyiknya saya memilih BH, tiba-tiba Ana masuk ke kamar.
“Eh.. Maaf ka, lagi pake baju ya?” katanya kaget melihatku masih memakai celana dalam berwarna merah dan belum mengenakan BH sama sekali.
“Oh Ana, masuk Na, nggak apa-apa kok” jawab saya sambil tersenyum melihatnya yg masih memandangi payudara saya yg termasuk besar dan montok.
“Wah, badanmu seksi juga ya?” ujarnya.
“Tentu saja, habis saya rajin senam sich”
“Oh ya, ada film bagus nich, nonton yuk” ajak Ana sambil menggandeng saya untuk menonton TV di ruang tengah.
“Bentar Na, kuganti baju dulu ya” jawabku sambil memakai BH dan kaos longgar serta celana pendek.
“Kutunggu ya..”
“Ya”. Kemudian Levana sudah duduk di depan TV sambil makan camilan, sedang saya masih sibuk membereskan baju yg berserakan.
Malam itu Ana mengenakan daster kuning hingga kelihatan kulit lengannya yg putih mulus, kadang-kadang karena duduk kami yg mepet, Ana dengan tak sengaja menyenggol payudara saya hingga perasaan saya jadi bertambah aneh. Mungkin karena acara TV yg membosankan, saya jadi tak tertarik lagi, saya lebih tertarik memperhatikan Ana saja.
Ternyata Ana yg memakai daster itu, sudah tdk memakai BH lagi hingga tonjolan payudaranya kelihatan mencuat ke atas, mungkin karena kami sama-sama perempuan, jadi Ana tdk malu-malu lagi, bahkan kadang-kadang kakinya dinaikkan ke meja hingga bawahan dasternya jadi tersingkap dan memperlihatkan celana dalamnya yg berwarna putih.
Perasaan saya jadi lain hingga saya memutuskan untuk ke kamar dan berganti baju dengan daster tanpa memakai BH dan celana dalam juga, supaya bertambah nyaman kalau berdekatan dengan Levana. Sungguh Levana itu gadis yg cantik seperti artis mandarin. Saya kembali ke ruang tamu dan membawa kaset DVD untuk saya tonton bersama Ana, siapa tahu saja Levana tertarik dengan filmnya dan ingin mmh..
“Na, ganti ama DVD ya?”
“Film apaan tuch?”
“Ini, film romantis dari Jepang, pengin liat nggak?”
“Ya, bolehlah, abis acaranya nggak ada yg menarik sich”
“Okey, duduk dekat sini” pinta saya pada Ana untuk duduk di sofa agar nyaman menonton film itu.
Sebetulnya sich, itu film triple X dari jepang mengenai seorang gadis yg mencintai guru wanitanya lalu mereka bersetubuh dan bercinta dengan gaya yg romantis dengan berbagai macam gaya. Volume TV dan AC saya perbesar hingga Ana mendekat dan mepet dengan saya. Untung rumah sudah sepi karena pembantu sudah pulang semua dan lagi rumah saya besar, jadi volume suara TV yg besar itu tdk kedengaran lagi dari luar.
“Film BF ya?” tanya Ana tanpa menoleh pada saya.
“Tapi bagus lho, untuk pelajaran sex”
“Bagus, sich bagus, tapi saya jadi pengin nich” gumam Ana tak jelas karena napasnya yg makin berat dan diselingi suara orang bercinta dari TV yg makin kencang.
“Gimana kalau kupegang payudaramu” usulku.
“Hush, ngaco kamu Tika, kita ini sama-sama cewek tau” jawabnya sambil monyong, namun itu justru menambah gairah saya semakin tinggi.
“Daripada kamu megang sendiri, hayoo” jawab saya tak mau kalah sambil meraba payudaranya.
“Jangan, Tika.. Jangan..” teriaknya keras karena kaget payudaranya saya pegang.
Namun teriakannya tak membuat saya jera, bahkan telinganya yg sensitif saya cium dengan lembut.
“Kurang ajar kamu, sst..” tolaknya lemah dengan mendesis.
“Mmh..”
Pergumulan saya dengan Ana berlangsung seru, hingga beberapa menit Levana masih memberontak, tetapi karena gairahnya sudah naik dan ditambah lagi dengan ciuman dan remasan saya pada daerah sensitifnya, akhirnya Ana menyerah juga. Bahkan dengan sigap membalas mencium bibir saya dengan ganas sambil meraba memek saya yg sudah mulai basah sejak tadi.
Pergumulan saya dengan Ana berlangsung seru, hingga beberapa menit Levana masih memberontak, tetapi karena gairahnya sudah naik dan ditambah lagi dengan ciuman dan remasan saya pada daerah sensitifnya, akhirnya Ana menyerah juga. Bahkan dengan sigap membalas mencium bibir saya dengan ganas sambil meraba memek saya yg sudah mulai basah sejak tadi.
“Sst.. Mmh.. Tunggu..” potong saya menghentikan ciuman dan serangannya Ana.
“Hahh, ada apa Ka?”
“Buka dastermu..” pinta saya untuknya agar membuka daster, sementara saya juga telah membuka dasterku sendiri hingga bugil.
“Wah, susumu besar juga ya?” kata Levana kagum melihat payudara saya yg sudah tegak, sambil juga melepaskan dasternya, bahkan celana dalamnya pun ikut dilepaskan juga hingga kami menjadi sama-sama bugil.
Dan kami pun kembali saling berciuman di sofa tanpa mempedulikan film jepang itu. Saya mengambil inisiatif untuk memulai mencium payudaranya.
“Sst.. Sst..”
“Mmh.. gantian..” rintih Ana karena tdk dapat menahan ciuman dan jilatan lidah saya pada payudaranya.
Maka saya pun berganti posisi dengan Ana yg menjilat payudara saya dengan semangat hingga memek saya juga ikut dibelai, bahkan jari-jarinya yg lentik keluar masuk ke dalam lubang memek saya dengan cepat hingga saya mengalami orgasme yg pertama.
“Mmh.. Enak.. Na, cepetan.. Sst..” rintih saya karena tak tahan lagi dengan permainan Ana yg begitu hebat, bahkan Ana sekarang menjilat memek saya dengan liar hingga beberapa menit, saya semakin mendorong memek saya ke arah mulutnya yg sedang menghisap bagian dalam.
“Sstss.. pinggirnya.. ssts.. Ya.. yg i.. tu..” rintih saya terpatah-patah.
Tiba-tiba Levana menghentikan permainannya..
“Ada apa Na?”
“Kita coba yg seperti di film, mau khan?” usulnya.
“Boleh saja..” jawab saya senang karena memang senang dengan gaya enam sembilan.
Gaya enam sembilan itu maksudnya saya yg berada di posisi atas menghadap Levana yg berada di posisi bawah dengan saling menjilat memek masing-masing, bahkan saking enaknya hingga kepala saya terjepit oleh Levana yg rupanya juga telah mengalami orgasme yg pertama. Kami melakukan pergumulan itu di sofa hingga dua jam dan rupanya Levana pun puas atas permainan itu.
“Hahh, lega rasanya..”
“Gimana, enak nggak?”
“Enak juga ya”
“Mau lagi nggak?”
“Mau dong kalau caranya gitu” jawab Ana manja sambil mencium bibir saya gemas.
Malam itu saya dan Levana menghabiskan permainan yg seru itu di kamar, bahkan Ana tak henti-hentinya meremas payudara saya dengan gemas, kadang-kadang saya puaskan Levana dengan alat kelamin pria plastik, tentu saja alatnya yg bisa bergetar hingga itu menambah nikmat percintaan saya dengan Ana. Beberapa ronde kami lalui hingga pagi, juga di kamar mandi.
Keesokannya, seperti biasa saya sudah bersiap ke kantor dengan Levana.
“Ayo Na, udah siap belum?”
“Udah boss, ayo” gandeng Ana mesra sambil mencium bibir saya lembut.
“Hush, nanti dilihat orang lho”
“Iya ya..”
Maka sejak itu, saya dan Levana sering bercinta di rumahnya atau rumah saya, bahkan pernah beberapa kali kami bercinta di dalam mobil. Pada saat hari libur, Levana mengajak saya dan beberapa temannya ikut berdarmawisata ke pulau Bali dan Lombok. Salah satu di antaranya bernama Fifiani yg orang Malang.
“Tika, kamu ikut tour besok nggak?” tanya Levana.
“Tentu dong, yg ke Bali dan Lombok khan?” jawabku.
“Iya dong, eh.. kenalin nich, teman saya” ujar Levana memperkenalkan temannya.
“Fifiani” katanya memperkenalkan diri.
“Kartika Sari” jawab saya sambil menjabat tangannya yg kuning langsat itu.
“Ayo Na, sampai besok ya” jawab Levana menggandeng Fifiani.
Hari yg ditunggu-tunggu akhirnya tiba, saya dengan beberapa teman kantor jadi berwisata ke pulau Bali dan Lombok, juga ada Fifiani dan Levana. Dari obrolan kami, saya ketahui bahwa Fifiani itu umurnya baru 23 tahun, 172 cm/53 cm, dengan payudara 34C, orangnya cukup ramah dan sopan. Levana pernah bercerita pada saya bahwa Fifiani adalah seorang lesbian sejati, sudah pernah beberapa kali pacaran, namun kandas di jalan hingga hatinya hancur lebur.
“Ana, sini bentar Na” panggil saya pada Ana.
“Ada apa Tik”
“Tukeran duduk ya, Fifiani di sini dan tas ini di tempatmu, gimana?” usulku.
“Enak saja, kapan lagi kesempatan gini datang”
“Please dong, khan kamu udah lama kenal ama Fifiani”
“Iya dech, cuman aku boleh liat dong di sebelah..” canda Ana sambil mencolek payudara saya dengan gemas.
Akhirnya dalam bis itu, saya yg mulanya duduk di belakang dengan tas besar entah siapa yg punya, dapat kesempatan duduk dengan Fifiani yg cantik. Levana tak ketinggalan duduk di sebelah dengan tas besar yg sudah saya pindahkan. Fifiani dalam perjalanan itu memakai rok jins hitam dengan kaos merah mudanya, sungguh serasi dengan bentuk tubuhnya yg proporsional.
Rupanya Fifiani atau yg biasa saya panggil dengan Fifi senang curhat dengan saya, bahkan beberapa kali matanya mengarah pada payudara dan bawah rok jins biru saya yg agak naik ke atas, mungkin celana dalam saya yg berwarna putih polos kelihatan, tapi saya cuek saja. Bahkan saya sengaja beberapa kali menyingkap rok saya hingga paha saya yg putih kelihatan dengan jelas hingga Fifi salah tingkah memperhatikan rok saya.
Malam itu kami sudah melewati kota Probolinggo, saya lihat teman-teman sudah pada tidur karena kelelahan, sementara Levana memperhatikan saya sambil mengedipkan matanya beberapa kali. Di bis wisata itu yg duduk di belakang cuma saya, Levana, seorang teman lain dan beberapa barang bawaan yg menumpuk, sementara yg lain duduk di depan, tentu saja ada yg berpasangan.
Sementara itu Fifi rupanya sudah tertidur pulas dengan kepalanya bersandar pada bahu kanan saya hingga perasaan saya jadi tak enak karena napasnya yg harum dan lembut tercium oleh saya, di samping itu posisi duduknya yg sungguh membuat dada saya berdebar-debar karena kakinya menopang pada paha saya. Dengan perlahan saya menyelimutinya hingga kami berdua tertutup oleh selimut hingga cuma tinggal kepala saja yg kelihatan. Tangan kanan Fifi saya pegang dan saya di tempatkan payudara saya. tiba-tiba Fifi membuka matanya dan menatap saya tajam.
“Eh.. Eh.. Fi.. Belum tidur ya?” tanya saya tergagap-gagap karena kaget melihatnya bangun tiba-tiba.
“Iya Mbak, belum ngantuk nich” jawabnya tersenyum ramah dan tdk melepaskan tangannya dari payudara saya, padahal saya sudah horny.
“Jangan panggil Mbak dong, panggil Tika saja ya”
“Iya dech, Tika udah punya pacar belum?” tanyanya.
“Belum, emangnya kenapa?”
“Masak, cewek secantik kamu belum punya pacar!”
“Emang belum, kamu sendiri?”
“Udah pernah sich, cuma sering putus, lebih suka sahabatan ama cewek”
“Oh gitu ya..”
“Ka, boleh nggak Fifi peluk?” pintanya.
“Boleh saja, terserah Fifi dech” gumam saya pelan karena Fifi dengan pelan meremas payudara saya dengan gemas, bahkan sudah masuk dalam BH saya dan meremasnya dengan lembut.
“Sstss.. Fi..” desisku.
“Gimana Ka?” tanya Fifi yg berusaha membuka BH saya.
“Enak Fi.. Sstss.. Saya boleh..” belum sempat Fifi menjawab, tangan saya sudah masuk ke dalam roknya dan membelai memeknya yg masih memakai celana dalam.
“Sst.. Ka.. Ayo dong..” ajak Fifi menuntun tangan saya untuk masuk lebih dalam dan menyentuh memeknya.
Akhirnya saya dan Fifi saling meremas payudara dan menyentuh memek hingga Fifi duluan orgasme karena tak tahan dengan jari-jari saya yg keluar masuk memeknya dengan cepat. Levana yg dari tadi memperhatikan saya, juga ikut-ikutan merogoh payudaranya sendiri. Belum sempat saya orgasme, bis itu sampai Denpasar, dan kami memesan kamar masing-masing untuk esok paginya kami lanjutkan dengan pesiar keliling pulau Bali.
“Gimana nich Fi, saya khan belum..”
“Tenang saja Ka, gimana kalau kita tidur berdua?” jawab Fifi santai karena tahu bahwa saya belum puas.
“Iya dech”
“Saya boleh ikut nggak, boleh ya..” rengek Levana tiba-tiba mendekati kami.
“Boleh saja, gimana Fi, Ana boleh ikut nggak!?” tanya saya pada Fifi.
“Okey, pasti tambah asyik ya” jawabnya sambil mengedipkan mata pada saya.
Jadilah saya memesan kamar bertiga dan setelah kami diberi pengarahan dari pemandu wisata agar bangun jam 08.00, maka saya langsung masuk kamar. Setibanya di kamar dan menaruh tas, saya peluk Fifi dan menghimpitnya ke tembok hingga payudara saya yg montok menempel ketat pada payudaranya.
“Udah nggak sabar nich yee..” goda Ana sambil memeluk saya juga dari belakang dan langsung mencium leher saya dengan ganas.
“Fi.. Kamu..”
“Udah ka, ayo kita terusin yg tadi” jawab Fifi sambil melumat bibir saya dengan ganas.
“Mmh..”
Fifi yg mencium saya dengan ganas itu juga tak kalah gesitnya mencoba kembali membuka BH saya yg akhirnya terlepas juga ke bawah, tangannya dengan terampil kembali meremas-remas payudara saya, di samping itu Ana berusaha melepas rok jins dan celana dalam saya hingga saya yg pertama-tama bugil duluan. Entah siapa yg memulai duluan, tahu-tahu saya sudah berada di tempat tidur dengan payudara saya yg dijilati Fifi dengan lincah, bahkan Ana pun juga sudah bugil dan sekarang sedang menjilati memek saya dengan lahap.
“Sst.. Uuh.. Mmh..” rintih saya keras karena tak tahan diperlakukan oleh dua orang wanita cantik yg menjilati bagian sensitif saya.
Beberapa menit kemudian saya pun tak tahan dan mengalami orgasme yg pertama. Fifi juga minta ganti posisi di bawah untuk kami kerjai yg saya bagi tugas dengan Ana, saya bagian menjilat memeknya dan Ana bagian payudara dan bibirnya. Beberapa menit permainan itu kami lanjutkan dengan cara saling berganti posisi.
“Ka.. Sstss.. Geli.. Ahh.. Ssts”
“Ssts.. Mmh.. Jilat yg itu.. Ya..” rintih Fifi yg sedang berjongkok karena memeknya dijilat oleh Ana.
“Sstss.. Go.. Yg.. Na.. Sstss..” desis saya meminta Ana yg memeknya sedang saya gesek-gesekkan dengan memek saya untuk menggoyang pinggulnya lebih keras.
Permainan demi permainan kami lewati hingga akhirnya saya meminta Fifi memasang k0ntol plastik yg bisa bergetar itu pada memeknya. Bentuknya seperti celana dalam yg di tengahnya ada k0ntol plastik.
“Sstss.. Pelan.. Fi.. Argh..” jerit saya karena Fifi memasukkan k0ntol buatan itu terlalu cepat pada memek saya.
“Mmh.. Gimana Ka, enak..?”
“Ssts.. Ya, ayo..” perintah saya setelah Fifi memasukkan k0ntol plastik itu dan mendorongnya keluar masuk hingga saya merasa nikmat dan menjepit k0ntol plastik itu dengan keras hingga dinding memek saya berdenyut-denyut.
“Sstt.. Ayo.. Fi.. Lebih cepat lagi..” pintaku.
“Sstss.. Mmh.. Sstss.. Argkk..” jerit saya melengking karena cepatnya Fifi memasukkan k0ntol plastik itu hingga saya orgasme berulang-ulang yg ditambah lagi rangsangan pada payudara saya yg dijilat dan dikulum oleh Levana sambil tangannya tak henti-hentinya juga meremas payudara Fifi.
“Lega rasanya, nikmat juga pake k0ntol buatan..”
“Enak nggak rasanya Ka?” tanya Levana pada saya dengan mimik heran.
“Lho, kamu belum pernah toh An?” tanyaku.
“Belum tuch, biasanya sich cuma ama cewek saja”
“Nikmat kok rasanya, saya sering pake kalau lagi nggak ada pasangan” jawab Fifi sambil membersihkan k0ntol plastik itu untuk kami gunakan lagi.
“Gimana An, kamu coba dech, sini biar kucobain buat kamu..” bujukku pada Levana yg kelihatan masih ingin mencoba k0ntol buatan ini selain gaya enam sembilan favorit Levana dan saya.
Malam itu kami bertiga menguras habis energi untuk bercinta hingga ke kamar mandi, bahkan dengan senangnya saya bisa memandikan Fifi yg paling muda di antara kami bertiga.
“Pelan-pelan ya masukinnya” pinta Levana cemas.
“Tenang saja, nggak sakit kok” kata saya meyakinkan Levana yg melihat saya sudah memasang kan celana dalam berk0ntol itu di kemaluan saya.
Permukaan k0ntol plastik itu ada bintik-bintiknya yg tdk beraturan dan saya juga tdk begitu mengerti apa manfaatnya, mungkin saja untuk menambah rasa nikmat jika bersentuhan dengan dinding memek.
“Sst.. Mmh.. Sstss.. Aduh..” jerit Ana pelan karena k0ntol itu terpeleset keluar bibir memeknya.
Akhirnya seluruh k0ntol plastik itu masuk ke dalam memek Ana yg masih sempit itu, mungkin Levana masih perawan karena beberapa saat kemudian sedikit keluar darah. Memang selama saya bersahabat dengan Levana, Ana jarang bergaul dengan teman pria, kebanyakan teman wanita seperti saya dan yg lainnya. Sedangkan Fifi pergaulannya luas termasuk dengan pria hingga memek Fifi sudah agak melebar dibandingkan dengan memek saya dan Levana.
“Na, kamu masih perawan ya?” tanya saya serius pada Levana.
“Eh.. Iya.. Berarti kamu yg pertama melakukannya, Sayang” jawabnya mesra sambil mencium saya dengan lembut.
“Mmh..”
Saya berusaha maju mundur mengikuti aksi seperti yg di film BF, para pria memajumundurkan k0ntolnya ke dalam memek si wanita. Sambil memasukkan k0ntol buatan, saya meremas-remas payudara Ana.
“Sstss.. Ter.. Us.. Sstss..”
“Sst.. Fi.. Ayo..” ajak Ana sambil mengajak Fifi untuk berciuman dengan saya.
“Sstss.. Sstss.. Mmh..”
Sambil berciuman dengan Fifi, saya memasukkan k0ntol plastik itu keluar masuk dengan irama yg teratur hingga pantat Levana bergoyang pelan. Rupanya Ana menikmati permainan k0ntol plastik itu hingga meminta saya agar cepat menaikkan tempo keluar masuknya k0ntol plastik itu dalam memeknya.
“Ayo fi, isap puting saya”
“Iya, Ka..”
“Sstss.. Mmh..” rintih saya agak keras karena Fifi bukan saja mengisap puting saya, bahkan menggigit puting saya dengan gemas hingga saya merasa nikmat dan mendorong k0ntol plastik itu semakin cepat saja.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Bagi.. An.. Sstss.. Itu..” desis Ana mengarahkan saya untuk menyodokkan k0ntol itu pada bagian lubang memeknya.
Permainan dengan Ana membutuhkan waktu yg lama karena ia menahan irama birahinya hingga pinggul saya pegal-pegal, kemudian setelah saya lelah, saya menyuruh Fifi untuk ganti menindih Levana dengan k0ntol plastik itu.
“Fi, gantian ya, saya capek nich”
“Ya, ayo sini” jawab Fifi sambil memasang k0ntol itu dan langsung memasukkannya dalam memek Levana dan mereka pun bermain dengan bernafsu hingga Fifi melahap bibir Ana dengan ganas.
Saya pun menyelipkan tangan di antara payudara mereka dan meremas-remasnya supaya Ana cepat orgasme. Dan akhirnya Levana melepaskan ciuman Fifi dan memintanya agar lebih cepat.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Ayo.. Fi.. Cepetan..”
“Saya.. Sstss.. Mau.. Keluar.. Sstss..” rintih Levana hingga Fifi semakin mendorong dengan cepat k0ntol plastik itu hingga Ana bergerak-gerak liar dan menjepit Fifi dengan kuat.
“Sstss.. Arghh..” jerit Levana melengking karena cairan putihnya akhirnya keluar juga untuk terakhir kalinya.
Pada jam 4 pagi baru kami tidur bersama, tentu saja dengan keadaan bugil dan kepuasan yg tiada tara. Dan kembali tour kami lanjutkan untuk wisata ke pantai Sanur dan pantai Kuta.
0 comments:
Post a Comment